20 April 2013

5.14 SURAH AALI-‘IMRAN (KELUARGA ‘IMRAN) – Bahagian 4


Faktor-faktor supaya tsabat :

1.    Kembali kepada Allah SWT
Keteguhan itu datangnya daripada Allah SWT. Surah ini banyak menganjurkan kita berdo’a dan mengadu permasalahan yang dihadapi kepada-Nya. Allah SWT mengajar kepada kita untuk berdo’a sebagai firman-Nya:
“(Mereka berdo’a); Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan kurniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; kerana sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (kurnia).” – QS (Aali-‘Imran:8)

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya, sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” – QS (Aali-‘Imran:9)

Allah SWT mengemukakan dua tokoh ikutan yang berjaya iaitu isteri ‘Imran dan Nabi Zakaria a.s. Mereka meletakkan pengharapan dan kekuasaan kepada Allah SWT sahaja.

Isteri ‘Imran berdo’a:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang soleh dan berikhidmat (di Baitulmakdis), maka kabulkanlah do’aku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” – QS (Aali-‘Imran:35)

Nabi Zakaria a.s berdo’a:
“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.” – QS (Aali-‘Imran:38)

Do’a umat-umat yang terdahulu ketika berhadapan dengan musuh:
“Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” – QS (Aali-‘Imran:147)

Do’a orang yang cerdas:
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu); ‘Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu.’ Maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji. ‘Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik lelaki atau perempuan, (kerana) sebahagian kamu adalah turunan dari sebahagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampong halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam syurga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” – QS (Aali-‘Imran:193-195)

2.    Beribadah
Beribadah adalah sifat-sifat ulul albab. Allah SWT berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring.” – QS (Aali-‘Imran:191)

Allah SWT memaparkan keadaan Maryam dan Nabi Zakaria a.s yang sentiasa beribadah kepada-Nya.

 Allah SWT berfirman:
“Setiap kali Zakaria masuk untuk menemui Maryam di Mihrab.” – QS (Aali-‘Imran:37)
Sayyidah Maryam biasa beri’tikaf (berdiam diri) di mihrab. Maka Nabi Zakaria a.s mempelajari darinya untuk melakukan hal yang sama. Oleh itu ketika malaikat memberi khabar gembira akan kehadiran puteranya, Nabi Zakaria a.s dalam keadaan bermunajat.

Allah SWT berfirman:
“Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan solat di mihrab.” – QS (Aali-‘Imran:39)

3.    Melaksanakan Da’wah
Ketika seorang da’i membimbing orang lain, maka ia akan menjadi orang pertama yang berpegang teguh pada apa yang diajarkannya itu. Di dalam surah ini banyak memaparkan suruhan berdakwah.

Allah SWT berfirman:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” – QS (Aali-‘Imran:104)

Allah SWT berfirman:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakkan mereka adalah orang-orang yang fasik.” – QS (Aali-‘Imran:110)

4.    Mempunyai hadaf (tujuan) hidup yang jelas.
Harus difahami bahawa semua makhluk di Bumi dan di langit tidak dijadikan sia-sia. Semuanya adalah dianugerahkan kepada manusia supaya mereka mengenal Allah SWT, beribadah kepada-Nya dan menjadi khalifah (pemimpin) yang bertanggungjawab di atas muka Bumi.

Allah SWT berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan Bumi (seraya berkata); ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” – QS (Aali-‘Imran:191)

5.    Memelihara Ukhuwah
Allah SWT berfirman:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” – QS (Aali-‘Imran:103)

Allah SWT menyebutkan, ukhuwah fillah (persaudaraan kerana Allah) boleh menjamin seorang Muslim memperolehi persahabatan yang baik. Ini merupakan nikmat Allah SWT bagi manusia. Allah SWT juga memaklumkan bahaya berpecah belah.

Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” – QS (Aali-‘Imran:105)

Ukhuwah fillah adalah satu sebab Allah SWT mengurniakan kemenangan kepada kaum Muslimin di dalam peperangan Badar.


Pengajaran(Ibrah) dari peperangan Uhud:

Ibrah peperangan Uhud disentuh lembut di dalam surah ini.

Di dalam ayat 122 dan 123, Allah SWT mengingatkan kurniaan-Nya sebelum peperangan Uhud iaitu Dia telah memberi kemenangan di dalam peperangan Badar.

Allah SWT berfirman:
ketika dua golongan daripadamu ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah karena Allah saja orang-orang mu’min bertawakkal. (122) Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (123)” – QS (Aali-‘Imran:122-123)

Kemenangan itu adalah berasal daripada Allah SWT. Apabila wujud perasaan takut (tidak teguh di atas kebenaran), maka Allah SWT-lah yang memberi keteguhan kepada mereka. Berkat kesabaran dan ketaqwaan, Allah SWT menurunkan para malaikat untuk membantu mereka.

Di dalam peperangan Uhud, kaum Muslimin mengalami kekalahan disebabkan keingkaran mereka kepada Rasulullah saw. Justeru itu, Allah SWT menyeru supaya bertaubat dan kembali kepada-Nya.

Allah SWT berfirman:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” – QS (Aali-‘Imran:133)

Beginilah Al-Qur’an mentarbiyah supaya sentiasa berada di dalam keteguhan. Apabila tersasar, cepat-cepatlah kembali kepada Allah SWT dan memohon keampunan-Nya.

Allah SWT berfirman:
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri , mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” – QS (Aali-‘Imran:135)

Kemudian, Allah SWT memberi motivasi dan menaikan semangat kepada kaum Muslimin supaya tidak lemah. Sebaliknya bersikap sabar dan teguh dalam menghadapi penderitaan dan musibah.

Allah SWT berfirman:
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” – QS (Aali-‘Imran:139)

“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” – QS (Aali-‘Imran:140)

Ayat-ayat ini menyentuh lembut dan menghiburkan kaum Muslimin. Pihak musuh juga mengalami kecederaan yang sama di dalam peperangan Badar dahulu. Kemudian, Allah SWT menguatkan keteguhan dengan ayat berikut:

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” – QS (Aali-‘Imran:142)

Barang siapa yang membaca ayat ini, pasti akan dapat bersabar dan akan terus berjuang kerana nilai syurga adalah mahal harganya.

Setelah kata-kata semangat diberikan, Allah SWT menegur dan mengkritik lembut. Keinginan dan cita-cita biarlah disertakan dengan usaha serta sikap yang tahan diuji.

Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya kamu mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapinya; (sekarang) sungguh kamu telah melihatnya dan kamu menyaksikannya.” – QS (Aali-‘Imran:143)

Tidak sepatutnya berita kematian Rasulullah saw melunturkan semangat juang mereka di dalam peperangan Uhud. Mereka sepatutnya meneruskan perjuangan Rasulullah saw sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT.

Allah SWT berfirman:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” – QS (Aali-‘Imran:144)

Allah SWT mengingatkan kembali di dalam peperangan Uhud, ada dari kalangan mereka yang melarikan diri tanpa mengindahkan Baginda saw.

Allah SWT berfirman:
“(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput daripada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” – QS (Aali-‘Imran:153)

Allah SWT meminta supaya mengambil contoh sikap teguh yang dimiliki oleh orang-orang beriman yang terdahulu.

Allah SWT berfirman:
“Dan berapa banyak dari Nabi-nabi (dahulu) telah berperang dengan disertai oleh ramai orang-orang yang taat kepada Allah, maka mereka tidak merasa lemah semangat akan apa yang telah menimpa mereka pada jalan (agama) Allah dan mereka juga tidak lemah tenaga dan tidak pula mahu tunduk (kepada musuh) dan (ingatlah), Allah sentiasa Mengasihi orang-orang yang sabar.” – QS (Aali-‘Imran:146)

Selepas sedikit kritikan, Allah SWT menunjukkan kasih sayang-Nya yang menghiburkan dengan firman-Nya:
“Kemudian sesudah (kamu mengalami kejadian) yang mendukacitakan itu Allah menurunkan kepada kamu perasaan aman tenteram, iaitu rasa mengantuk yang meliputi segolongan dari kamu (yang teguh imannya lagi ikhlas), sedang segolongan yang lain yang hanya mementingkan diri sendiri, menyangka terhadap Allah dengan sangkaan yang tidak benar, seperti sangkaan orang-orang jahiliah…..” – QS (Aali-‘Imran:154)

Allah SWT juga telah melembutkan hati Rasulullah saw terhadap kaum Muslimin walaupun mereka telah melakukan kesalahan. Baginda saw disuruh mengadakan mesyuarat membincangkan perkara tersebut.

Allah SWT berfirman:
“Maka dengan sebab rahmat (yang melimpah-limpah) dari Allah (kepadamu wahai Muhammad), engkau telah bersikap lemah-lembut kepada mereka (sahabat-sahabat dan pengikutmu), dan kalaulah engkau bersikap kasar lagi keras hati, tentulah mereka lari dari kelilingmu. Oleh itu maafkanlah mereka (mengenai kesalahan yang mereka lakukan terhadapmu) dan pohonkanlah ampun bagi mereka dan juga bermesyuaratlah dengan mereka dalam urusan (peperangan dan hal-hal keduniaan) itu. Kemudian apabila engkau telah berazam (sesudah bermesyuarat, untuk membuat sesuatu) maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengasihi orang-orang yang bertawakal kepadaNya.” – QS (Aali-‘Imran:159)


Pengajaran Dari Kekalahan

Kekalahan peperangan Uhud memberi iktibar kepada kaum Muslimin bahawa kekalahan tersebut disebabkan beberapa faktor:

1.    Perselisihan (tiada kesepakatan) dan tidak ta’at.

Pada peringkat awal, Allah SWT memberikan kemenangan. Sebagaimana firman-Nya di dalam surah ini, ayat 152;
“Dan demi sesungguhnya, Allah telah menepati janjiNya (memberikan pertolongan) kepada kamu ketika kamu (berjaya) membunuh mereka (beramai-ramai) dengan izinNya,”

Kemudian, apabila mereka mula tidak tsabat dan mula berselisih pendapat tentangnya dan tidak ta’at kepada perintah Rasulullah saw;
“sehingga ke masa kamu lemah (hilang semangat untuk meneruskan perjuangan) dan kamu berbalah dalam urusan (perang) itu serta kamu pula menderhaka (melanggar perintah Rasulullah)”

Ini semua disebabkan keinginan dunia melebihi dari keinginan akhirat (oleh pasukan
memanah);
“sesudah Allah perlihatkan kepada kamu akan apa yang kamu sukai (kemenangan dan
harta rampasan perang). Di antara kamu ada yang menghendaki keuntungan dunia
semata-mata dan di antara kamu ada yang menghendaki akhirat, kemudian Allah memalingkan kamu daripada menewaskan mereka untuk menguji (iman dan kesabaran) kamu dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu, (semata-mata dengan limpah kurniaNya) dan (ingatlah), Allah sentiasa Melimpahkan kurniaNya kepada orang-orang yang beriman”

2.   Kemaksiatan dan dosa.

    Disebabkan dosa-dosa mereka yang lampau, syaitan telah Berjaya mengambil kesempatan
    untuk menghasut;
    “Bahawasanya orang-orang yang telah berpaling (melarikan diri) di antara kamu pada hari bertemu dua angkatan tentera (Islam dan kafir dalam perang Uhud) itu sesungguhnya mereka telah digelincirkan oleh Syaitan dengan sebab sebahagian dari perbuatan-perbuatan (yang salah) yang mereka telah lakukan (pada masa yang lalu) dan demi sesungguhnya Allah telah memaafkan mereka, kerana sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyabar” – QS (Aali-‘Imran:155)

Oleh itu seboleh mungkin untuk kita tidak melakukan maksiat dan dosa. Orang yang
bertaqwa itu adalah orang yang sangat berhati-hati supaya tidak terjerumus dalam
kemaksiatan dan dosa.

3.   Meletakkan kebergantungan kepada manusia.
    
     Jika manusia meletakkan kebergantungannya kepada benda atau manusia, maka sikap tsabat dan komitmennya boleh menurun jika benda atau manusia itu musnah. Sebagaimana telah berlaku kepada sebahagian sahabat di dalam peperangan Uhud sehingga ditegur oleh Allah SWT;
     “Dan Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul yang sudahpun didahului oleh beberapa orang Rasul (yang telah mati atau terbunuh). Jika demikian, kalau dia pula mati atau terbunuh, (patutkah) kamu berbalik (berpaling tadah menjadi kafir)?” – QS (Aali-‘Imran:144)

     Oleh itu, letaklah kebergantungan sepenuhnya kepada Allah SWT kerana Allah SWT kekal dan tidak musnah. Dia Maha Berkuasa, Maha Lembut, Maha Pengampun dan Maha Penerima taubat. Ini kerana Allah SWT Maha Pengasih lagi Maha Penyayang akan hamba-hamba-Nya. Kasih sayang-Nya melebihi kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Dia hampir kepada hamba-Nya seperti hampirnya urat nadi dileher mereka.

Penutup

Dengan ini, jelas kepada kita surah Aali-‘Imran mengajar kita supaya bersikap tsabat dan istiqomah dijalan yang benar. Mengambil contoh-contoh kesilapan orang-orang yang terdahulu sebagai pengiktibaran. Mengikuti contoh-contoh orang yang terhalu yang berjaya dan bagaimana mereka memperolehi pertolongan Allah SWT menuju kejayaan. Kejayaan itu bukanlah kejayaan dunia semata-mata tetapi juga kepada kejayaan kehidupan di akhirat.

Betapa cantiknya pentarbiyahan Al-Qur’an. Lihatlah korelasi antara ayat-ayat yang disusun menyebabkan kita tidak jemu-jemu membacanya dan dijadikan sebagai buku rujukan utama apabila menghadapi apa-apa permasalahan.

Tidak hairan kenapa Allah SWT memberi ganjaran yang hebat kepada mereka yang membaca, menghafal dan mengamalkan surah al-Baqarah dan surah Aali-‘Imran ini. Beruntunglah mereka sehingga melihat sendiri ganjarannya kelak.

Wallahu’alam.