Faktor-faktor
supaya tsabat :
1.
Kembali
kepada Allah SWT
Keteguhan itu datangnya daripada Allah
SWT. Surah ini banyak menganjurkan kita berdo’a dan mengadu permasalahan yang
dihadapi kepada-Nya. Allah SWT mengajar kepada kita untuk berdo’a sebagai firman-Nya:
“(Mereka berdo’a); Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati
kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan
kurniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; kerana sesungguhnya Engkaulah
Maha Pemberi (kurnia).” – QS (Aali-‘Imran:8)
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk
(menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya, sesungguhnya
Allah tidak menyalahi janji.” – QS (Aali-‘Imran:9)
Allah SWT mengemukakan dua tokoh ikutan
yang berjaya iaitu isteri ‘Imran dan Nabi Zakaria a.s. Mereka meletakkan
pengharapan dan kekuasaan kepada Allah SWT sahaja.
Isteri ‘Imran berdo’a:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada engkau anak yang
dalam kandunganku menjadi hamba yang soleh dan berikhidmat (di Baitulmakdis),
maka kabulkanlah do’aku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” – QS (Aali-‘Imran:35)
Nabi Zakaria a.s berdo’a:
“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang
baik.” – QS (Aali-‘Imran:38)
Do’a umat-umat yang terdahulu ketika
berhadapan dengan musuh:
“Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan
kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami,
dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” – QS (Aali-‘Imran:147)
Do’a orang yang cerdas:
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang
menyeru kepada iman (yaitu); ‘Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu.’ Maka kami pun
beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari
kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang
berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada
kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami
di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji. ‘Maka Tuhan mereka
memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik lelaki atau
perempuan, (kerana) sebahagian kamu adalah turunan dari sebahagian yang lain.
Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampong halamannya, yang
disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku
hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam
syurga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan
Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” – QS (Aali-‘Imran:193-195)
2. Beribadah
Beribadah adalah sifat-sifat ulul albab. Allah SWT berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring.” – QS (Aali-‘Imran:191)
Allah SWT memaparkan keadaan Maryam dan Nabi
Zakaria a.s yang sentiasa beribadah kepada-Nya.
Allah
SWT berfirman:
“Setiap kali Zakaria masuk untuk menemui Maryam di Mihrab.” – QS
(Aali-‘Imran:37)
Sayyidah Maryam biasa beri’tikaf (berdiam
diri) di mihrab. Maka Nabi Zakaria a.s mempelajari darinya untuk melakukan hal
yang sama. Oleh itu ketika malaikat memberi khabar gembira akan kehadiran
puteranya, Nabi Zakaria a.s dalam keadaan bermunajat.
Allah SWT berfirman:
“Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah
berdiri melakukan solat di mihrab.” – QS (Aali-‘Imran:39)
3.
Melaksanakan
Da’wah
Ketika seorang da’i membimbing orang lain,
maka ia akan menjadi orang pertama yang berpegang teguh pada apa yang
diajarkannya itu. Di dalam surah ini banyak memaparkan suruhan berdakwah.
Allah SWT berfirman:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.” – QS (Aali-‘Imran:104)
Allah SWT berfirman:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih bagi mereka; di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakkan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
– QS (Aali-‘Imran:110)
4.
Mempunyai
hadaf (tujuan) hidup yang jelas.
Harus difahami bahawa semua makhluk di
Bumi dan di langit tidak dijadikan sia-sia. Semuanya adalah dianugerahkan
kepada manusia supaya mereka mengenal Allah SWT, beribadah kepada-Nya dan
menjadi khalifah (pemimpin) yang bertanggungjawab di atas muka Bumi.
Allah SWT berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan Bumi (seraya berkata); ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
– QS (Aali-‘Imran:191)
5.
Memelihara
Ukhuwah
Allah SWT berfirman:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai.” – QS (Aali-‘Imran:103)
Allah SWT menyebutkan, ukhuwah fillah
(persaudaraan kerana Allah) boleh menjamin seorang Muslim memperolehi
persahabatan yang baik. Ini merupakan nikmat Allah SWT bagi manusia. Allah SWT
juga memaklumkan bahaya berpecah belah.
Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai
dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” – QS
(Aali-‘Imran:105)
Ukhuwah fillah adalah satu sebab Allah SWT
mengurniakan kemenangan kepada kaum Muslimin di dalam peperangan Badar.
Pengajaran(Ibrah)
dari peperangan Uhud:
Ibrah
peperangan Uhud disentuh lembut di dalam surah ini.
Di
dalam ayat 122 dan 123, Allah SWT mengingatkan kurniaan-Nya sebelum peperangan
Uhud iaitu Dia telah memberi kemenangan di dalam peperangan Badar.
Allah
SWT berfirman:
“ketika dua golongan daripadamu ingin (mundur)
karena takut, padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu
hendaklah karena Allah saja orang-orang mu’min bertawakkal. (122) Sungguh Allah telah menolong kamu
dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang
lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (123)”
– QS (Aali-‘Imran:122-123)
Kemenangan itu adalah berasal daripada Allah SWT. Apabila wujud perasaan
takut (tidak teguh di atas kebenaran), maka Allah SWT-lah yang memberi keteguhan
kepada mereka. Berkat kesabaran dan ketaqwaan, Allah SWT menurunkan para
malaikat untuk membantu mereka.
Di dalam peperangan Uhud, kaum Muslimin mengalami kekalahan disebabkan
keingkaran mereka kepada Rasulullah saw. Justeru itu, Allah SWT menyeru supaya
bertaubat dan kembali kepada-Nya.
Allah SWT berfirman:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa,” – QS (Aali-‘Imran:133)
Beginilah Al-Qur’an mentarbiyah supaya sentiasa berada di dalam
keteguhan. Apabila tersasar, cepat-cepatlah kembali kepada Allah SWT dan
memohon keampunan-Nya.
Allah SWT berfirman:
“Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri , mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” – QS (Aali-‘Imran:135)
Kemudian, Allah SWT memberi motivasi dan menaikan semangat kepada kaum
Muslimin supaya tidak lemah. Sebaliknya bersikap sabar dan teguh dalam
menghadapi penderitaan dan musibah.
Allah SWT berfirman:
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah
(pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” – QS (Aali-‘Imran:139)
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka,
maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang
serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara
manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan
orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu
dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang
yang zalim.” – QS (Aali-‘Imran:140)
Ayat-ayat ini menyentuh lembut dan menghiburkan kaum Muslimin. Pihak
musuh juga mengalami kecederaan yang sama di dalam peperangan Badar dahulu.
Kemudian, Allah SWT menguatkan keteguhan dengan ayat berikut:
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga,
padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum
nyata orang-orang yang sabar.” – QS (Aali-‘Imran:142)
Barang siapa yang membaca ayat ini, pasti akan dapat bersabar dan akan
terus berjuang kerana nilai syurga adalah mahal harganya.
Setelah kata-kata semangat diberikan, Allah SWT menegur dan mengkritik
lembut. Keinginan dan cita-cita biarlah disertakan dengan usaha serta sikap
yang tahan diuji.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya kamu mengharapkan mati (syahid)
sebelum kamu menghadapinya; (sekarang) sungguh kamu telah melihatnya dan kamu
menyaksikannya.” – QS (Aali-‘Imran:143)
Tidak sepatutnya berita kematian Rasulullah saw melunturkan semangat
juang mereka di dalam peperangan Uhud. Mereka sepatutnya meneruskan perjuangan
Rasulullah saw sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang
rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia
wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang
berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah
sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
– QS (Aali-‘Imran:144)
Allah SWT mengingatkan kembali di dalam peperangan Uhud, ada dari
kalangan mereka yang melarikan diri tanpa mengindahkan Baginda saw.
Allah SWT berfirman:
“(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh
kepada seseorangpun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain
memanggil kamu, karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan,
supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput daripada kamu dan
terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
– QS (Aali-‘Imran:153)
Allah SWT meminta supaya mengambil contoh sikap teguh yang dimiliki oleh
orang-orang beriman yang terdahulu.
Allah SWT berfirman:
“Dan berapa banyak dari Nabi-nabi (dahulu)
telah berperang dengan disertai oleh ramai orang-orang yang taat kepada Allah,
maka mereka tidak merasa lemah semangat akan apa yang telah menimpa mereka pada
jalan (agama) Allah dan mereka juga tidak lemah tenaga dan tidak pula mahu
tunduk (kepada musuh) dan (ingatlah), Allah sentiasa Mengasihi orang-orang yang
sabar.” – QS (Aali-‘Imran:146)
Selepas sedikit kritikan, Allah SWT menunjukkan kasih sayang-Nya yang
menghiburkan dengan firman-Nya:
“Kemudian sesudah (kamu mengalami kejadian)
yang mendukacitakan itu Allah menurunkan kepada kamu perasaan aman tenteram,
iaitu rasa mengantuk yang meliputi segolongan dari kamu (yang teguh imannya
lagi ikhlas), sedang segolongan yang lain yang hanya mementingkan diri sendiri,
menyangka terhadap Allah dengan sangkaan yang tidak benar, seperti sangkaan
orang-orang jahiliah…..” – QS (Aali-‘Imran:154)
Allah SWT juga telah melembutkan hati Rasulullah saw terhadap kaum
Muslimin walaupun mereka telah melakukan kesalahan. Baginda saw disuruh
mengadakan mesyuarat membincangkan perkara tersebut.
Allah SWT berfirman:
“Maka dengan sebab rahmat (yang
melimpah-limpah) dari Allah (kepadamu wahai Muhammad), engkau telah bersikap
lemah-lembut kepada mereka (sahabat-sahabat dan pengikutmu), dan kalaulah
engkau bersikap kasar lagi keras hati, tentulah mereka lari dari kelilingmu.
Oleh itu maafkanlah mereka (mengenai kesalahan yang mereka lakukan terhadapmu)
dan pohonkanlah ampun bagi mereka dan juga bermesyuaratlah dengan mereka dalam
urusan (peperangan dan hal-hal keduniaan) itu. Kemudian apabila engkau telah
berazam (sesudah bermesyuarat, untuk membuat sesuatu) maka bertawakallah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Mengasihi orang-orang yang bertawakal kepadaNya.” –
QS (Aali-‘Imran:159)
Kekalahan peperangan Uhud memberi iktibar kepada kaum Muslimin
bahawa kekalahan tersebut disebabkan beberapa faktor:
1.
Perselisihan
(tiada kesepakatan) dan tidak ta’at.
Pada peringkat awal, Allah SWT memberikan
kemenangan. Sebagaimana firman-Nya di dalam surah ini, ayat 152;
“Dan demi sesungguhnya, Allah telah menepati janjiNya
(memberikan pertolongan) kepada kamu ketika kamu (berjaya) membunuh mereka
(beramai-ramai) dengan izinNya,”
Kemudian, apabila mereka mula tidak tsabat dan
mula berselisih pendapat tentangnya dan tidak ta’at kepada perintah Rasulullah
saw;
“sehingga
ke masa kamu lemah (hilang semangat untuk meneruskan perjuangan) dan kamu
berbalah dalam urusan (perang) itu serta kamu pula menderhaka (melanggar
perintah Rasulullah)”
Ini semua disebabkan
keinginan dunia melebihi dari keinginan akhirat (oleh pasukan
memanah);
“sesudah Allah perlihatkan kepada kamu akan apa
yang kamu sukai (kemenangan dan
harta rampasan perang). Di antara kamu ada yang menghendaki keuntungan
dunia
semata-mata dan di antara kamu ada yang menghendaki akhirat, kemudian
Allah memalingkan kamu daripada menewaskan mereka untuk menguji (iman dan
kesabaran) kamu dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu, (semata-mata dengan
limpah kurniaNya) dan (ingatlah), Allah sentiasa
Melimpahkan kurniaNya kepada orang-orang yang beriman”
2.
Kemaksiatan dan dosa.
Disebabkan
dosa-dosa mereka yang lampau, syaitan telah Berjaya mengambil kesempatan
untuk
menghasut;
“Bahawasanya orang-orang yang telah berpaling (melarikan
diri) di antara kamu pada hari bertemu dua angkatan tentera (Islam dan kafir
dalam perang Uhud) itu sesungguhnya mereka telah digelincirkan oleh Syaitan
dengan sebab sebahagian dari perbuatan-perbuatan (yang salah) yang mereka telah
lakukan (pada masa yang lalu) dan demi sesungguhnya Allah telah memaafkan
mereka, kerana sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyabar” – QS
(Aali-‘Imran:155)
Oleh itu seboleh mungkin
untuk kita tidak melakukan maksiat dan dosa. Orang yang
bertaqwa itu adalah
orang yang sangat berhati-hati supaya tidak terjerumus dalam
kemaksiatan dan dosa.
3.
Meletakkan kebergantungan kepada manusia.
Jika
manusia meletakkan kebergantungannya kepada benda atau manusia, maka sikap
tsabat dan komitmennya boleh menurun jika benda atau manusia itu musnah.
Sebagaimana telah berlaku kepada sebahagian sahabat di dalam peperangan Uhud
sehingga ditegur oleh Allah SWT;
“Dan Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul yang
sudahpun didahului oleh beberapa orang Rasul (yang telah mati atau terbunuh).
Jika demikian, kalau dia pula mati atau terbunuh, (patutkah) kamu berbalik
(berpaling tadah menjadi kafir)?” – QS (Aali-‘Imran:144)
Oleh
itu, letaklah kebergantungan sepenuhnya kepada Allah SWT kerana Allah SWT kekal
dan tidak musnah. Dia Maha Berkuasa, Maha Lembut, Maha Pengampun dan Maha
Penerima taubat. Ini kerana Allah SWT Maha Pengasih lagi Maha Penyayang akan
hamba-hamba-Nya. Kasih sayang-Nya melebihi kasih sayang seorang ibu terhadap
anaknya. Dia hampir kepada hamba-Nya seperti hampirnya urat nadi dileher
mereka.
Penutup
Dengan ini, jelas kepada kita surah Aali-‘Imran mengajar kita supaya
bersikap tsabat dan istiqomah dijalan yang benar. Mengambil contoh-contoh
kesilapan orang-orang yang terdahulu sebagai pengiktibaran. Mengikuti
contoh-contoh orang yang terhalu yang berjaya dan bagaimana mereka memperolehi
pertolongan Allah SWT menuju kejayaan. Kejayaan itu bukanlah kejayaan dunia
semata-mata tetapi juga kepada kejayaan kehidupan di akhirat.
Betapa cantiknya pentarbiyahan Al-Qur’an. Lihatlah korelasi antara
ayat-ayat yang disusun menyebabkan kita tidak jemu-jemu membacanya dan
dijadikan sebagai buku rujukan utama apabila menghadapi apa-apa permasalahan.
Tidak hairan kenapa Allah SWT memberi ganjaran yang hebat kepada mereka
yang membaca, menghafal dan mengamalkan surah al-Baqarah dan surah Aali-‘Imran
ini. Beruntunglah mereka sehingga melihat sendiri ganjarannya kelak.
Wallahu’alam.